PENGHORMATAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA
SEBELUM DAN SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 39
TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
23 SEPTEMBER 1999
(ANGGA PRASTYO
/14100082 / VC / ILMU HUKUM / UNMER MALANG 2016-2017)

Contoh
kasus yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) –
‘berat’ sebelum adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (23 September 1999):
- Pembantaian Rawagede – Karawang, Jawa Barat (1945);
- Pembantaian PKI (1965);
- Pelanggaran HAM – Daerah Operasi Militer, Aceh (1976-1989);
- PETRUS - Penembakan Misterius (1981-1985);
- Kasus Tanjung Priok (1984-1987);
- Peristiwa Aceh(1990);
- Pembantaian di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor Timur (1991);
- Kasus Marsinah, Jawa Timur (1994);
- Kasus Pembunuhan terhadap Udin, wartawan Harian Umum Bernas (1996);
- Penculikan Aktivis Politik (1997/1998);
- Pembunuhan ‘Dukun Santet’ – Banyuwangi (1998);
- Peristiwa Trisakti (1998);
- Tragedi Semanggi I & II (1998-1999);
- Kasus Poso (1998-2000);
- Kekerasan Timor Timur pasca Jejak Pendapat (1999); dan
- Kasus Ambon (1999).
Contoh
kasus (besar) yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) – ‘berat’ setelah adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (23 September
1999):
1
- Kasus Sampit / Dayak-Madura (2001);
- Kasus Bom Bali (2002);
- Peristiwa Abepura, Papua (2003);
- Pembunuhan Munir (2004);
- Pelanggaran HAM Lampung – 47 Kasus (2010);
- Pelanggaran HAM di Maluku (2011);
- Kematian 3 TKI di Malaysia (2012); dan
- Pembunuhan Salim Kancil (2015).
Analisis
Singkat:
Contoh-contoh
kasus pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut HAM
diatas memanglah mempunyai latar belakang, motif dan kepentingan yang
berbeda-beda, tetapi tetap saja mengandung ‘pokok’ permasalahan yang sama yaitu
melanggar hak alamiah yang melekat pada diri seseorang sebagai individu yang
perlu dihormati, dijaga dan dilindungi. Mulai terbit-lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) diharapkan mampu mencegah
pelanggaran-pelanggaran yang serupa dengan contoh-contoh yang dipaparkan.
Apabila
dilihat sekilas dari daftar pelanggaran HAM diatas, salah satu perbedaannya ada
pada hal yang melatar belakanginya. Antara lain, sebelum lahirnya UU HAM,
sebagian besar pelanggaran terhadap HAM berlatar belakang kepentingan politik
kenegaraan dan Pemerintahan (rakyat dengan Pemerintah / Pemerintah menghadapi
Penguasa), tetapi setelah lahirnya UU HAM, sebagian besar pelanggaran terhadap
HAM berlatar belakang kepentingan pribadi atau golongan yang sebagian besar
tidak menyangkut kepentingan politik
kenegaraan dan Pemerintahan.
Pada
paragraph kedua tersebut, sebenarnya penulis (Angga Prastyo) berpendapat bahwa
perbedaan latar belakang kepentingan masing-masing era terhadap pelanggaran HAM
(sebelum dan sesudah lahirnya UU HAM) tidak dipengaruhi ada atau tidaknya UU HAM.
Tetapi perbedaan tersebut dikarenakan adanya perkembangan kondisi ‘emosional’ rakyat yang kedepannya
semakin membaik terhadap Pemerintah. Perkembangan yang dimaksud itulah yang
menyebabkan adanya perubahan latar belakang adanya suatu pelanggaran HAM tahun
demi tahun atau era demi era.
Pada
sekitaran tahun 2000 ke bawah, sebagian besar yang melatar belakangi
pelanggaran HAM adalah sikap ‘keegoisan’
penguasa atau bagian Pemerintah yang dianggap merugikan rakyat atau menimbulkan
rasa tidak puasnya rakyat, diantaranya penguasa pada era ini tidak menganggap serius
kemauan rakyat terhadap sikap Pemerintah dalam membuat kebijakan atau hal
lainnya, yang artinya suara rakyat hanya seperti angina lalu saja. Dan pada
tahun 2000-an keatas, yang melatar belakangi pelanggaran terhadap HAM sebagian
besar adalah konflik pribadi dengan pribadi / individu dengan individu,
individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Dari
itu, walaupun UU HAM telah diterbitkan, seolah dampak positif yang ditimbulkan
tidak begitu besar. Tetap saja ada pelanggaran demi pelanggaran terhadap HAM
terus terjadi. Dan walaupun dampak positifnya terlihat kecil, tetapi dapat
dikatakan bahwa lahirnya UU HAM ini memberikan harapan baru bagi masyarakat
akan terjamin dan terlindunginya harkat dan martabat yang dimilikinya sesuai
dengan pertimbangan pembuatan UU HAM ini.
Mengapa
setelah lahirnya UU HAM tetap saja terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM berat?
Pertanyaan
tersebut seketika muncul seakan meragukan adanya kepastian dan jaminan dibalik
terbitnya UU HAM.
Sebuah
produk hukum, khususnya yang membahas mengenai sebuah perbuatan yang disertai
dengan konsekuensi hukumnya pada prinsip penalaran yang wajar diharapkan
memiliki kepastian dan jaminan bahwa perbuatan yang dimaksud tidak terulang
lagi, tetapi lahirnya UU HAM ini sekali lagi seolah hanya memberi harapan yang
kecil bagi masyarakat.
Penulis
berpendapat mengenai masalah ini, bahwa tetap adanya pelanggaran terhadap HAM
dipicu oleh kondisi psikologis pelaku pelanggaran yang perlu ‘dinetralkan’ atau dinormalkan. Bisa
jadi bahwa pelaku pelanggaran HAM dalam melakukan tindakan yang dimaksud berada
dalam berbagai macam tekanan, yang dipengaruhi pula berbagai macam permasalahan
kehidupan yang sulit untuk diselesaikan, misalnya yang paling umum menurut
penulis adalah permasalahan ekonomi.
Selain
permasalahan ekonomi, penulis menganggap potensi lemahnya konsekuensi terhadap
tindakan pelanggaran HAM, latar belakang pendidikan, konflik dalam keluarga,
negatifnya pergaulan pada usia remaja, kondisi religiusitas diri juga
memungkinkan pelanggaran HAM tetap terjadi.
Jadi
pada akhir penulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa lahirnya UU HAM hanya
satu dari sekian banyak hal yang dapat mengurangi potensi terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM. Berbagai macam hal lain yang berpotensi
menjadi pemicu terjadinya pelanggaran HAM harus dihilangakan atau minimal
dikurangi, tidak lain untuk hal-hal tersebut sangat diperlukan kerjasama antara
masyarakat dengan Pemerintah sebagai satu kesatuan yang memiliki kemauan dan
tekat yang sama untuk mewujudkan kehiduapan yang damai dan mewujudkan adanya
rasa penghargaan dan perlindungan terhadap Hak yang melekat alamiah yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia.
No comments:
Post a Comment